Zina dan Doa

cee.thoughts
2 min readNov 14, 2022

--

UMMI si janda beranak satu, Abi dipanggil Allah sejak Jaler berusia 5 tahun. Sekarang Jaler sudah menginjak 21.

Kediaman mereka besarnya hanya dua petak, terdiri dari satu kamar tidur, sisanya ruangan untuk segala aktivitas rumah.

Tempat tinggal keduanya kerap berubah antara siang dan malam, apalagi kamar tidurnya.

Saat mentari datang menyapa, Ummi keluar untuk bekerja. Sedangkan Jaler tinggal di sana. Kalau matahari sudah di atas kepala, Estri akan berkunjung. Lalu, bangunan kecil itu akan jadi sangat gaduh dan awut-awutan. Kecipak friksi berkumandang, bersamaan dengan lenguhan atas kenikmatan duniawi. Cairan putih menciprat ke dinding, kasur, dan lantai. Diikuti bau-bau amis gelora bercinta, dan sprei yang terlepas dari kasur gara-gara kena remas. Tidak lupa akan tawa-tawa setan yang bersaut-sautan sebab kesenangan pengikutnya telah bertambah. Suasana kamar tidur yang sudah bahang karena atap seng, jadi tambah gerah akibat aktivitas pelepasan nafsu penghuni siangnya (Jaler dan Estri).

Kalau rembulan sudah bersinar terang, Jaler dan Estri minggat. Sebab Ummi pulang. Kediaman dua petak tiba-tiba jadi adem ayem. Gak ada lagi erangan erotis yang dimuntahkan bangunan itu. Hanya terbetik bunyi air mengalir, dan suara hati seorang hamba yang mengadu pada Allah. Kemudian terdengarlah lantunan merdu dari bibir kering Ummi yang membaca Al-Qur’an.

Kontras, kamar tidur itu panas dingin. Siang jadi tempat berzina, malam jadi tempat berdoa.

-C,14/11/2022

--

--

cee.thoughts
cee.thoughts

Written by cee.thoughts

Diksiku berantakan, kalimatku centang perenang, ceritaku amatiran.

No responses yet